RAPAT KOORDINASI DALAM RANGKA PELAKSANAAN INSTRUMEN HAM INTERNASIONAL

RAPAT  KOORDINASI DALAM RANGKA PELAKSANAAN  INSTRUMEN HAM INTERNASIONAL

rihi1  rihi2

                  Pancasila sebagai falsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia dan UUD 1945 sebagai sumber dan landasan Hukum Nasional, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia yang tercermin dalam sila ke-2 “Kemanusiaan yang adil dan beradab” asas ini merupakan amanah Konstitusional bahwa bangsa Indonesia bertekad untuk mencegah segala bentuk penyiksaan yang tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia. Namum Perundang – Undangan ini belum sepenuhnya sesuai dengan Konvensi, untuk penyempurnaan Perundang – Undangan ini agar meningkatkan perlindungan hukum secara efektif, sehingga lebih menjamin hak – hak setiap warga Negara bebas dari penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi khususnya di Provinsi Aceh, maka Ditjen HAM Kementerian Hukum dan HAM R.I bekerja sama dengan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Aceh melaksanakan Rapat Koordinasi Dalam Rangka Pelaksanaan Instrumen HAM Internasional pada tanggal 15 Mei 2012 di Hotel Madinah Banda Aceh, yang diikuti 30 orang peserta dari unsur :

-          Satuan Kerja Pemerintah Aceh (SKPA);

-          Lembaga / Instansi Vertikal;

-          LSM.

Yang dipandu oleh 2 orang Nara sumber : Veronica Mardiyati, M.Si. dan Kombes Pol. Budiyono, S.H,.M.H. dari Direktorat Jenderal HAM Kementerian Hukum dan HAM R.I dan dari Polda Aceh.

Sambutan Direktur Jenderal HAM kementerian Hukum dan HAM R.I dibacakan oleh Kasubbid kerjasama Luar Negeri Veronica Mardiyati, M.Si disebutkan Pemerintah RI telah meratifikasi 8 Konvensi HAM yaitu :

  1. Konvensi hak sipil dan politik;
  2. Konvensi ekonomi, sosial budaya;
  3. Konvensi anti diskriminasi terhadap perempuan;
  4. Konvensi  anti diskriminasi ras dan etnis;
  5. Konvensi hak anak;
  6. Konvensi anti penyiksaan;
  7. Konvensi hak penyandang disability;
  8. Konvensi buruh migran dan anggota keluarga.
  9. rihi3 rihi4 

Ini menujukkan komitmen Pemerintah RI sebagai anggota PBB dan warga dunia dalam rangka memajukan HAM. Kewajiban negara peratifikasi yakni melaksanakan pasal – pasal substantif yang ada dalam konvensi tersebut yaitu pemerintah mengambil langkah dalam rangka menghormati, melindungi dan memenuhi, oleh karena itu Direktur kerjasama HAM mengharapkan partisipasi aktif dari peserta rapat dalam memberikan informasi – informasi yang berguna bagi pemajuan HAM.

Dalam kesempatan tersebut Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Aceh H. YATIMAN, S.H., M.Hum., Ph.D, menegaskan bahwa konvensi menentang penyiksaan dan perlakuan atau hukum lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia ini telah diadopsi oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB) dalam Resolusinya No. 39/46 tanggal 10 Desember 1984  dan mulai diberlakukan tanggal 26 Juni s.d 1992, konvensi ini telah diratifikasikan untuk disetujui oleh 58 negara, termasuk Indonesia, dan telah meratifkasikannya melalui Undang – Undang No. 5 tahun 1998, sesuai UU ini disebutkan bahwa penyiksaan berarti sikap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan baik jasmani maupun rohani. Untuk mencegah tindakan ini diharapkan warga negara  untuk mengambil langkah – langkah legislatif, administratif dan efektif di wilayah manapun, tidak ada pengecualian apapun , baik dalam keadaan perang, ketidakstabilan politik atau keadaan darurat yang dapat dapat digunakan sebagai pembenaran untuk melakukan penyiksaan.

                Diakhir sambutannya Kakanwil mengharapkan kita dapat mawas diri dan selalu dapat mengendalikan perilaku, agar dalam melaksanakan tugas dan fungsi tidak terjadi tindakan – tindakan yang bertentangan  dengan konvensi.


Cetak   E-mail