BANDA ACEH - Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) adalah kekayaan intelektual yang kepemilikannya bersifat komunal dan memiliki nilai ekonomi dengan tetap menjunjung tinggi nilai moral, sosial dan budaya bangsa. KIK muncul karena penciptaan, pemeliharaan, pengembangan dan transformasi kekayaan intelektual yang dilakukan oleh masyarakat secara keseluruhan sebagai identitas dan keberlangsungan budaya masyarakat yang turun-temurun dan dimiliki secara bersama.
Hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Kantor Wilayah Kemenkumhan Aceh, Meurah Budiman saat membuka kegiatan Promosi dan Diseminasi Kekayaan Intelektual Komunal di Hotel Grand Nanggroe Banda Aceh, Senin (24/6/2024).
"Pengakuan hak KIK merupakan elemen mendasar untuk menetapkan hak yang dimiliki masyarakat dalam upaya melindungi budaya serta memajukan identitas ekonomi dan sosial mereka," sambung Meurah.
Meurah juga menjelaskan pemerintah telah mengupayakan pelindungan defensif melalui inventarisasi dan dokumentasi oleh Kementerian Lembaga terkait termasuk Pemerintah Daerah yang saling terintegrasi melalui Sistem Informasi Nasional Kekayaan Intelektual Komunal sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2022 tentang Kekayaan Intelektual Komunal.
"Hingga saat ini total KIK Provinsi Aceh yang tercatat di Pusat Data DJKI baru hanya 69 data," jelas Meurah.
Ia menjelaskan salah satu tujuan kegiatan ini adalah untuk memberikan pemahaman pentingnya pelindungan hukum terhadap hasil KIK agar tidak kembali terjadinya klaim budaya dari pihak lain maupun pihak asing. Semoga kegiatan ini bermanfaat dan dapat menjadi bekal pengetahuan kita semua untuk dapat melindungi budaya-budaya yang ada di Aceh.
Sementara itu Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM Junarlis dalam laporannya menyampaikan bahwa tujuan dari kegiatan tersebut adalah untuk mencegah timbulnya permasalahan, atau sengketa KIK dengan memberikan pemahaman akan pentingnya pencatatan, terhadap seluruh potensi KIK, untuk mendapatkan pelindungan sebagai upaya mempertahankan warisan budaya di setiap wilayah.
Adapun Peserta Kegiatan Promosi dan Diseminasi Kekayaan Intelektual Komunal ini berjumlah 60 (enam puluh) orang, yang terdiri dari unsur Dinas Parwisata dan Kebudayaan, Majelis Adat Aceh, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, dan Dekranasda.